I.
Pendahuluan
Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang.
Dalam pengertian seluas-luasnya, pendidikan Islam berkembang seiring dengan
kemunculan Islam serta zamannya itu sendiri. Tidak ragu lagi, era global –
kadang-kadang juga disebut sebagai era kesejagatan – menimbulkan perubahan
penting dalam berbagai aspek kehidupan; ekonomi, politik, sosial, budaya,
teknologi, pendidikan, dan lain-lain. Untuk itu, pendidikan Islam perlu kiranya
beradaptasi atas globalisasi tersebut. Dengan demikian, arah baru pengembangan
pendidikan Islam perlu adanya dalam hal ini.
Modernisasi menuntut diferensiasi sistem pendidikan
untuk mengantisipasi dan mengakomodasi berbagai diferensiasi sosial, tehnik,
dan manajerial. Antisipasi dan akomodasi tersebut haruslah dijabarkan dalam
bentuk formulasi, adopsi dan implementasi kebijaksanaan pendidikan dalam
tingkat nasional, regional dan lokal[1].
Dalam konteks modernisasi administatif ini, sistem dan lembaga pendidikan Islam
perlu mensimbiosis ke dalam sistem sekolah. Dan inilah yang dinamakan dengan
pendidikan terpadu dengan sistem full day school. Dalam pelaksanaannya,
terlepas dari kelebihan dan kekurangannnya, penyeimbangan pendidikan Islam atas
majunya zaman di atas, dapat kita temukan pada system pendidikan full day
school dan terpadu.
Lantas mengenai apa yang dimaksud dengan pengertian
dan konsepnya, tujuannya, dan system pembelajarannya, akan dijelaskan dalam
pembahasan makalah ini.
II.
Pembahasan
A.
Pengertian dan tujuan full day school dalam
Local Wisdom
Menurut etimologi, kata full day school
berasal dari Bahasa Inggris. Terdiri dari kata full mengandung arti
penuh, dan day artinya hari. Maka full day mengandung
arti sehari penuh. Full day juga berarti hari sibuk. Sedangkan school
artinya sekolah[2]. Jadi,
arti dari full day school jika dilihat dari segi etimologinya berarti
sekolah atau kegiatan belajar yang dilakukan sehari penuh.
Sedangkan menurut terminologi atau arti secara luas,
Full day school mengandung arti system pendidikan yang menerapkan
pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar sehari penuh dengan memadukan
system pengajaran yang intensif yakni dengan menambah jam pelajaran untuk
pendalaman materi pelajaran serta pengembangan diri dan kreatifitas[3].
pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah mulai pagi
hingga sore hari, secara rutin sesuai dengan program pada tiap jenjang
pendidikannya. Dalam full day school, lembaga bebas mengatur jadwal
mata pelajaran sendiri dengan tetap mengacu pada standar nasional alokasi waktu
sebagai standar minimal dan sesuai bobot mata pelajaran, ditambah dengan
model-model pendalamannya. Jadi yang terpenting dalam full
day school adalah pengaturan jadwal mata pelajaran. Program ini banyak
ditemukan pada sekolah tingkat dasar SD/MI swasta yang berstatus unggulan.
Biasanya, sekolah tersebut tarifnya mahal dan FDS bagian dari program favorit
yang “dijual” pihak sekolah.
Full Day Sshool memang menjanjikan banyak hal,
diantaranya: kesempatan belajar siswa lebih banyak, guru bebas menambah materi
melebihi muatan kurikulum biasanya dan bahkan mengatur waktu agar lebih
kondusif, orang tua siswa terutama yang bapak-ibunya sibuk berkarier di kantor
dan baru bisa pulang menjelang maghrib mereka lebih tenang karena anaknya ada
di sekolah sepanjang hari dan berada dalam pengawasan guru. Dalam full day
school lamanya waktu belajar tidak dikhawatirkan menjadikan beban
karena sebagian waktunya digunakan untuk waktu-waktu informal. Cryan dan Others
dalam penelitiannya menemukan bahwa adanya full day school memberikan efek
positif bahwa anak-anak akan lebih banyak belajar dari pada bermain,
karena lebih banyak waktu terlibat dalam kelas yang bermuara pada produktivitas
yang tinggi, juga lebih mungkin dekat dengan guru, dan siswa juga menunjukkan
sikap yang lebih positif, terhindar dari penyimpangan-penyimpangan karena
seharian berada di kelas dan dalam pengawasan guru[4].
Dilihat dari kurikulumnya, Sistem pendidikan full
day school memiliki relevansi dengan pendidikan terpadu. Pendidikan
terpadu ini banyak diterapkan dalam lembaga pendidikan umum yang berlabel
Islam. Dalam konteks pendidikan Islam, pendidikan terpadu artinya memadukan
ilmu umum dengan ilmu agama secara seimbang dan terpadu[5].
Model pendidikan terpadu ini menjadi alternative penghapusan bentuk dikotomi
pendidikan ke dalam pendidikan umum dan pendidikan agama.
Model pembelajaran Pendidikan Agama (pengajaran
tentang agama) terpadu yang banyak diterapkan adalah yang dikemukakan oleh
Brenda Watson, yaitu Essentialist religious education model. Model ini
berupaya membentuk kepribadian secara padu, meliputi akal, hati dan jiwa, serta
mendukung upaya memadukan kurikulum atau mata pelajaran agama dengan mata
pelajaran umum dengan menjadikan mata pelajaran agama sebagai dasar bagi mata
pelajaran lain dalam kurikulum, serta memadukan sesuatu yang dipelajari siswa
dengan pengalamannya melalui refleksi diri yang dilakukan siswa[6].
Model tersebut banyak digunakan dalam system
pendidikan full day schooll di lembaga-lembaga pendidikan yang
menggunakan identitas Islam. Di sekolah berlabel Islam, FDS
dilengkapi dengan muatan spiritual seperti: paket mengaji al-Quran, kursus
bahasa Arab atau Inggris, dan sebagainya.
Secara utuh dapat dilihat bahwa pelaksanaan system
pendidikan full day school dan terpadu mengarah pada beberapa tujuan
,antara lain:
1)
Untuk memberikan pengayaan dan
pendalaman materi pelajaran yang telah ditetapkan oleh diknas sesuai jenjang
pendidikan
2)
Memberikan pengayaan pengalaman melalui
pembiasaan-pembiasaan hidup yang baik untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari
3)
Melakukan pembinaan kejiwaan, mental
dan moral peserta didik disamping mengasah otak agar terjadi keseimbangan
antara kebutuhan jasmani dan rohani sehingga terbentuk kepribadian yang
utuh.
4)
Pembinaan spiritual Intelegence
peserta didik melalui penambahan materi-materi agama dan kegiatan keagamaan
sebagai dasar dalam bersikap dan berperilaku.
B.
Latar Belakang Munculnya Full Day Schooll
dan Pendidikan Terpadu
Full day
school pada awalnya muncul pada awal tahun 1980-an di Amerika Serikat. Pada waktu
itu full day school dilaksanakan untuk jenjang sekolahTaman Kanak-kanan dan
selanjutnya meluas pada jenjang yang lebih tinggi mulai dari SD sampai dengan
menengah atas.
Ketertarikan
para orang tua untuk memasukkan anaknya ke full day school
dilatarbelakangi oleh beberapa hal, yaitu karena semakin banyaknya kaum ibu
yang bekerja di luar rumah dan mereka banyak yang memiliki anak berusia di
bawah 6 tahun, meningkatnya jumlah anak-anak usia prasekolah yang ditampung di
sekolah-sekolah milik public (masyarakat umum), meningkatnya pengaruh televisi
dan mobilitas para orang tua, serta kemajuan dan kemodernan yang mulai
berkembang di segala aspek kehidupan. Dengan memasukkan anak mereka ke fullday
school, mereka berharap dapat memperbaiki nilai akademik anak-anak mereka
sebagai persiapan untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya dengan sukses, juga
masalah-masalah tersebut di atas dapat teratasi. Dan dalam hasil penelitian ini
disebutkan bahwa anak yang menempuh pendidikan di fullday school
terbukti tampil lebih baik dalam mengikuti setiap mata pelajaran dan
menunjukkan keuntungan yang cukup signifikan.
Adapun munculnya
system pendidikan full day school di Indonesia diawali dengan
menjamurnya istilah sekolah unggulan sekitar tahun 1990-an, yang banyak
dipelopori oleh sekolah-sekolah swasta termasuk sekolah-sekolah yang berlabel
Islam. Dalam pengertian yang ideal, sekolah unggul adalah sekolah yang fokus
pada kualitas proses pembelajaran, bukan pada kualitas input siswanya. Kualitas
proses pembelajaran bergantung pada system pembelajarannya. Namun faktanya
sekolah unggulan biasanya ditandai dengan biaya yang mahal, fasilitas yang
lengkap dan serba mewah, elit, lain daripada yang lain, serta tenaga-tenaga
pengajar yang “professional”[7],
walaupun keadaan ini sebenarnya tidak menjamin kualitas pendidikan yang
dihasilkan. Term unggulan ini yang kemudian dikembangkan oleh para pengelola di
sekolah-sekolah menjadi bentuk yang lebih beragam dan menjadi trade mark,
diantaranya adalah fullday school dan sekolah terpadu.
Sesuai dengan
pembahasan tema yang juga menyinggung tentang pendidikan terpadu sebagai upaya
memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama, maka pada pembahasan sejarah tentang
hal ini, akan juga mengupas tentang hal tersebut. Secara historis-sosiologis,
pendidikan terpadu lahir sebagai implikasi dari proses perkembangan perubahan
paradigma pengembangan pendidikan Islam sejak abad pertengahan, dimana tercipta
dikotomi antara pendidikan agama yang menekankan pada pengajaran ilmu-ilmu
agama dengan pendidikan umum yang menekankan pada pengajaran ilmu-ilmu non
agama (pengetahuan)[8]
Pendidikan terpadu merupakan salah satu wujud implementasi paradigma yang
berusaha mengintegrasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, nilai-nilai agama dan
etik, serta mampu melahirkan manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan
tekhnologi, memiliki kematangan professional sekaligus hidup dalam nilai-nilai
islami[9].
Konsep
pendidikan terpadu ini telah menjadi topic pembicaraan di kalangan cendekiawan
Islam sejak beberapa dasawarsa terakhir. Ia merupakan kristalisasi dari
rekomendasi Konferensi Dunia tentang pendidikan Islam pertama yang
diselenggarakan di Mekkah. Ide tersebut terus bergulir ke berbagai Negara,
bahkan di Negara-negara non muslim[10].
Di Indonesia,
ide tersebut agak terlambat sampainya, karena situasi yang tidak kondusif dan
baru memperoleh momentumnya pada era reformasi dengan banyaknya bermunculan
sekolah Islam terpadu, mulai dari tingkat dasar sampai menengah atas. Dengan
adanya sekolah-sekolah Islam terpadu, maka muncullah jaringan sekolah Islam
terpadu(JSIT) di seluruh Indonesia[11].
Tentang perlunya
model pendidikan terpadu, disampaikan oleh presiden Soekarno dalam catatannya,
“Di Bawah Bendera Revolusi”, bahwa pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam, sebaiknya juga mengajarkan pengetahuan umum. Bahkan
menurutnya, Islam science bukan hanya pengetahuan Qur’an dan hadits saja, Islam
science adalah pengetahuan Qur’an dan hadits plus pengetahuan umum[12].
Mimpi Soekarno
di atas, dapat kemudian dilihat di Pondok Modern Darussalam Gontor. Kurikulum
yang diterapkan Imam Zarkasyi di Pondok Modern Gontor adalah 100% umum dan 100%
agama. Di samping pelajaran tafsir, hadis, fiqh, ushul fiqh yang diajarkan di
pesantren tradisional, Imam Zarkasyi menambahkan ke dalam kurikulum lembaga
pendidikan yang diasuhnya itu, pengetahuan umum, seperti ilmu alam, ilmu hayat,
ilmu pasti (berhitung, al-jabar dan ilmu ukur), sejarah, tata negara, ilmu
bumi, ilmu pendidikan, ilmu jiwa dan sebagainya[13].
C. Karakteristik Sistem Pembelajaran FDS dan
Terpadu
a.
Sistem pembelajaran FDS
Full Day
School (FDS) menerapkan suatu konsep dasar “Integrated-Activity” dan
“Integrated-Curriculum”. Hal inilah yang membedakan dengan sekolah pada
umumnya. Dalam FDS semua program dan kegiatan siswa di sekolah, baik belajar,
bermain, beribadah dikemas dalam sebuah sistem pendidikan. Titik tekan pada FDS
adalah siswa selalu berprestasi belajar dalam proses pembelajaran yang
berkualitas yakni diharapkan akan terjadi perubahan positif dari setiap
individu siswa sebagai hasil dari proses dan aktivitas dalam belajar.
Adapun prestasi belajar yang
dimaksud terletak pada tiga ranah, yaitu:
1) Prestasi
yang bersifat kognitif
Adapun prestasi yang
bersifat kognitif seperti kemampuan siswa dalam mengingat, memahami,
menerapkan, mengamati, menganalisa, membuat analisa dan lain sebagianya.
Konkritnya, siswa dapat menyebutkan dan menguraikan pelajaran minggu lalu,
berarti siswa tersebut sudah dapat dianggap memiliki prestasi yang bersifat
kognitif.
2)
Prestasi yang bersifat afektif
Siswa dapat dianggap memiliki prestasi yang bersifat afektif, jika ia
sudah bisa bersikap untuk menghargai, serta dapat menerima dan menolak terhadap
suatu pernyataan dan permasalahan yang sedang mereka hadapi.
3)
Prestasi yang bersifat psikomotorik
Yang termasuk prestasi yang bersifat psikomotorik yaitu
kecakapan eksperimen verbal dan nonverbal, keterampilan bertindak dan gerak.
Misalnya seorang siswa menerima pelajaran tentang adab sopan santun kepada
orang lain, khususnya kepada orang tuanya, maka si anak sudah dianggap
mampu mengaplikasikannya dalam kehidupannya[14].
Sebelum kita
membahas tentang sistem pembelajaran FDS, tentunya kita perlu mengetahui
tentang makna sistem pembelajaran itu sendiri. Sistem adalah seperangkat elemen
yang saling berhubungan satu sama lain. Adapun sistem pembelajaran adalah suatu
sistem karena merupakan perpaduan berbagai elemen yang berhubungan satu sama
lain. Tujuannya agar siswa belajar dan berhasil, yaitu bertambah pengetahuan
dan keterampilan serta memiliki sikap benar. Dari sistem pembelajaran inilah
akan menghasilkan
sejumlah siswa
dan lulusan yang telah meningkat pengetahuan dan keterampilannya dan berubah
sikapnya menjadi lebih baik[15].
Adapun proses
inti sistem pembelajaran FDS antara lain:
1) Proses
pembelajaran yang berlangsung secara aktif, kreatif, tranformatif sekaligus
intensif. System persekolahan dan pola fullday school mengindikasikan proses
pembelajaran yang aktif dalam artian mengoptimalisasikan seluruh potensi untuk
mencapai tujuan pembelajaran secara optimal baik dalam pemanfaatan sarana dan
prasarana di lembaga dan mewujudkan proses pembelajaran yang kondusif demi
pengembangan potensi siswa yang seimbang.
2) Proses
pembelajaran yang dilakukan selama aktif sehari penuh tidak memforsir siswa
pada pengkajian, penelaahan yang terlalu menjenuhkan. Akan tetapi, yang
difokuskan adalah system relaksasinya yang santai dan lepas dari jadwal yang
membosankan[16].
1.
Sistem pembelajaran
pendidikan terpadu
Kurikulum
terpadu merupakan suatu produk dari usaha pengintregasian bahan pelajaran dan
berbagai macam pelajaran. Integrasi diciptakan dengan memusatkan pelajaran pada
masalah tertentu yang memerlukan solusinya dengan materi atau bahan dari
berbagai disiplin ilmu.
Menurut Soetopo
dan Soemanto, sebagaimana dikutip oleh Abullah Idi, kurikulum terpadu
dikelompokkan menjadilimamacam, yaitu:
1.
The Child Centered Curriculum (kurikulum
yang berpusat pada anak)
2.
The Social Function Curriculum (Kurikulum
Fungsi Sosial)
3.
The Experience
Curriculum (Kurikulum Pengalaman)
4.
Development Activity Curriculum (Kurikulum
Pengembangan Kegiatan)
5.
Core Curriculum
Pada prinsipnya,
sekolah Islam terpadu merupakan perubahan atas kegagalan yang dilakukan sekolah
umum dan lembaga pendidikan Islam, untuk memadukan ilmu umum dan agama.
Sehingga, dalam praktiknya, sekolah Islam terpadu melakukan pengembangan
kurikulum dengan cara memadukan kurikulum pendidikan umum yang ada di
Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), seperti pelajaran matematika,
bahasa Indonesia, bahasa Inggris, IPA, IPS, dan lain-lain, serta kurikulum
pendidikan agama Islam yang ada di Kementrian Agama (Kemenag), ditambah dengan
kurikulum hasil kajian Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT)[17].
Model pendidikan
terpadu berbeda dengan sekolah-sekolah yang menggunakan label Islam yang selama
ini berkembang di Indonesia. Lembaga-lembaga pendidikan yang menggunakan
identitas Islam tersebut, jika ditilik dari aims and objectives-nya
masih terkesan pragmatis dan utilitarian, serta secara epistimologis pada
umumnya masih tetap mengacu kepada dualisme yakni adanya dikotomi antara ilmu
Islam dengan umum. Sedangkan model pendidikan Islam terpadu mengembangkan kedua
ranah tersebut secara seimbang dan terpadu.
Bangunan
keilmuan yang dikembagkan oleh model ini tidak dilihat secara dikotomis
melainkan dilihat secara padu dan utuh (integral). Paradigma yang dibangun
adalah bahwa kebenaran di jagad ini tidak akan lengkap hanya didekati oleh
kerja nalar dan observasi yang disebut dengan kebenaran ilmiah. Selain itu ada
kebenaran intuitif dan juga kebenaran wahyu. Pendidikan Islam Terpadu
menginginkan penggalian kebenaran melalui sumber-sumber yang lebih
komprehensif. Hal itu dapat ditemukan dengan cara memadukan berbagai sumber,
baik yang bersifat ilmiah maupun yang dapat digali dari sumber kitab suci
(al-Qur’an dan Hadits). Antara ilmu dan agama dilihat dan fungsikan secara
padu, selain sama-sama untuk menggali kebenaran juga masaing-masing bersifat
komplementer. Al-qur’an akan dapat dipahami secara lebih luas dan mendalam jika
menyertakan ilmu dan sebaliknya ilmu akan berkembang jika mendapat inspirasi
dari penuturan al-qur’an, yaitu bangunan keilmuan yang diharapkan mencerminkan
universitas Islam[18].
C. KEUNGGULAN
DAN KEKURANGAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN FULL DAY SCHOOL
Pada awal abad 20 M,
pendidikan di Indonesia terpecah menjadi dua golongan, yaitu: Pertama, pendidikan
yang diberikan oleh sekolah-sekolah Barat yang sekuler yang tak mengenal ajaran
agama, dan Kedua, pendidikan yang diberikan oleh pondok pesantren yang
hanya mengenal pendidikan agama saja.
Pendidikan Islam
di Indonesia banyak terselenggara dalam bentuk pendidikan pesantren dan
madrasah. Menurut Dahlan Hasim dalam Fadjar[19],
madrasah oleh sebagian masyarakat masih dipandang sebelah mata dan dianggap
sebagai lembaga pendidikan “kelas dua”. Akibatnya, meskipun secara yuridis
keberadaan madrasah diakui sejajar dengan sekolah formal lain, madrasah umumnya
hanya diminati oleh siswa-siswa yang kemampuan inteligensi dan ekonominya
relatif rendah atau ”pas-pasan”. Sementara masyarakat menengah atas sepertinya
enggan menyekolahkan anaknya ke lembaga ini, sehingga usaha untuk meningkatkan
mutu pendidikan madrasah selalu mengalami hambatan.
Rendahnya animo
masyarakat menengah atas (upper midle class) untuk menyekolahkan
anaknya ke madrasah, dilihat dari perspektif fungsional—sebuah teori yang
berpandangan bahwa masyarakat merupakan kesatuan sistem yang saling bergantung
dan berhubungan—mengindikasikan dua hal yang saling berkorelasi; pertama, terkait
dengan problem internal kelembagaan., dan kedua, terkait
dengan parental choice of education. Problem internal madrasah yang
selama ini dirasakan, seperti dikatakan Malik Fadjar, meliputi seluruh sistem
kependidikannya, terutama sistem manajemen dan etos kerja madrasah, kualitas
dan kuantitas guru, kurikulum, dan sarana fisik dan fasilitasnya.
Tidak sedikit
orang tua dari peserta didik yang gelisah dan mengambil keputusan untuk
menyekolahkan anak-anak mereka pada sekolah umum yang lebih menjanjikan pada
aspek ilmu pengetahuan umum dan teknologi, dengan harapan agar di masa yang
akan datang anak-anak mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan bisa
hidup dengan layak di tengah masyarakat[20].
Harus diakui
bahwasanya pendidikan Islam menempati posisi yang kurang menguntungkan di
negara Indonesiaini. Bahkan ada asumsi di masyarakat bahwasanya prestasi
lulusan madrasaah berada di bawah sekolah umum. Hal inilah yang kemudian
kepercayaan dan minat masyarakat lebih bangga menyekolahkan anaknya ke
sekolah-sekolah umum. Untuk menjembatani permasalahan di atas, maka dibukalah
program sekolah terpadu kurikulumnya (agama dan umum) dengan menggunakan sistem
full day school (dengan menambah jam belajar untuk pendalaman materi).
Tidak hanya
karena keterbelakangan pendidikan Islam yang kalah dibanding pendidikan umum,
bukan satu-satunya alasan atas hadirnya pendidikan terpadu.
Namun kehidupan manusia yang semakin komplek terutama di perkotaan. Menumpuknya
kesibukan orang tua di masyarakat perkotaan seringkali berimbas pada pendidikan
anak. Bahkan ketidakjelasan pendidikan sekolah, juga menambah permasalahan di
pergaulankota. Sehingga mereka benar-benar membutuhkan sebuah pendidikan yang
dapat memberikan pendidikan pengetahuan umum dan pendidikan agama secara
bersamaan. Dengan inilah, pendidikan terpadu sangat penting adanya di dalam
masyarakat perkotaan.
Krisis moneter
dan diikuti krisis ekonomi yang telah melanda bangsa Indonesia, boleh jadi
berpangkal pada krisis akhlak. Banyak kalangan menyatakan bahwanya akhlak erat
kaitannya dengan moral. Hal itu sangat berhubungan dengan urusan agama. Menurut
Fazlur Rahman dalam Said Aqil Husain Munawar, ia menyatakan bahwasanya inti
ajaran agama adalah moral yang bertumpu pada keyakinan kepercayaan kepada Allah
(habl min Allah) dan keadilan serta berbuat baik dengan sesama manusia
(habl min al-Nas)[21].
Beberapa tahun
terakhir, kesadaran akan pentingnya aspek keagamaan sebagai salah satu aspek
yang perlu disentuh dalam pendidikan, juga sudah mulai mewabah di masyarakat,
Seringkali kita mendengar pepatah, science without religion is blind,
and religion without science is lame. Sama halnya bahwa pendidikan
kognitif tanpa pendidikan agama adalah buta. Jadi wajar kalau mudah menabrak
saat berjalan, walaupun dengan menggunakan tongkat, berjalannya akan tetap
lambat, membutuhkan waktu yang lama. Bagitu juga akan menjadi lumpuh jika
pengetahuan karakter tanpa hadirnya pengetahuan kognitif. Karena hal ini
berpotensi untuk dimanfaatkan dan dikendalikan oleh orang lain. Dengan demikian
keduanya sama-sama dibutuhkan dan diharapkan dapat terintegrasi dalam
nilai-nilai agama.
Hadirnya
pendidikan terpadu dengan sistem full day school merupakan solusi yang tepat
untuk menjembatani keseimbangan antara pengetahuan umum yang seringkali
diidentikkan dengan penyelenggaraan pendidikan kognitif, yang digandengkan
dengan pendidikan agama secara seimbang. Era globalisasi, dewasa ini dan di
masa mendatang, sedang dan terus memengaruhi perkembangan sosial budaya
masyarakat muslim Indonesiaumumnya, atau pendidikan Islam, khususnya. Argumen
panjang lebar tak perlu dikemukakan lagi,bahwa masyarakat muslim tidak ingin survive
dan berjaya di teerjaya di tengah perkembangan dunia yang kian kompetitif
di masa kini dan abad ke-21
D. KESIMPULAN
Dari pembahasan tentang
system pendidikan full day school dan terpadu di atas dapat diperoleh beberapa
kesimpulan, yaitu:
1. Full day
school mengandung arti system pendidikan yang menerapkan
pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar sehari penuh dengan memadukan
system pengajaran yang intensif yakni dengan menambah jam pelajaran untuk
pendalaman materi pelajaran serta pengembangan diri dan kreatifitas.
2. Pendidikan
terpadu artinya memadukan ilmu umum dengan ilmu agama secara seimbang dan
terpadu.
3. Pelaksanaan
system pendidikan full day school dan terpadu mengarah pada beberapa
tujuan ,antara lain:
a) Untuk
memberikan pengayaan dan pendalaman materi pelajaran yang telah ditetapkan oleh
diknas sesuai jenjang pendidikan
b) Memberikan
pengayaan pengalaman melalui pembiasaan-pembiasaan hidup yang baik untuk
kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
c) Melakukan
pembinaan kejiwaan, mental dan moral peserta didik disamping mengasah otak agar
terjadi keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohani sehingga terbentuk
kepribadian yang utuh.
d) Pembinaan
spiritual Intelegence peserta didik melalui penambahan materi-materi agama dan
kegiatan keagamaan sebagai dasar dalam bersikap dan berperilaku.
4.
Full Day School (FDS) menerapkan
suatu konsep dasar “Integrated-Activity” dan “Integrated-Curriculum” dan
berorientasi pada prestasi belajar siswa yang mencakup 3 ranah, kogitif,
afektif dan psikomotorik.
5.
Proses sistem
pembelajaran fullday school berlangsung secara aktif, kreatif, tranformatif
sekaligus intensif, namun dikemas dengan system yang relaks dengan jadwal yang
tidak membosa
DAFTAR
PUSTAKA
Aqil, Said, Husain
Munawar. Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani. Ciputat: Ciputat Press.
2005.
Arifin, Zainal. Pengembangan
Managemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam,Yogyakarta: DIVA Press, cet.1.
2012.
Azra, Azyumardi. Pendidikan
Islam. Jakarta: Kencana. 2012.
Departer, Bobbi., Mark
Reardon & Sarah Singger Naurie, Quantum Teaching (Mempraktekan Quantum
teaching di ruang kelas-kelas),Bandung: Kaifa. 2003.
Echols, Jhon M. &
Hassan Shadily, t.th. Kamus Inggris Indonesia,Jakarta: Gramedia. 2008
Fadjar. Malik, Madrasah
dan Tantangan Modernitas, Bandung: Mizan. 1998.
Hasan, Noer, Fullday
School (Model alternatif pembelajaran bahasa Asing), Jurnal Pendidikan Tadris.
Vol 11. 2006.
Miarso, Yudihadi, dkk, Teknologi
Komunikasi Pendidikan, Jakarta: CV. Rajawali. 1986.
Muhaimin, Arah Baru
Pengembangan Pendidikan Islam,Bandung: Nuansa. 2003.
Muhaimin, dkk,. Paradigma
Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah,Jakarta:
Remaja Rosdakarya, cet.1. 2001.
Nata, Abuddin, Tokoh-Tokoh
Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press. 2005.
Rassidy, Imron, Pendidikan
berparadigma Inklusif ,Malang: UIN Press. 2009.
Sismanto, “Awal Munculnya
Sekolah Unggulan”, Artikel. 2007.
Steenbrink Karel A, Pesantren,
Madrasah dan Sekolah. Jakarta: LP3ES. 1974.
Syah, Muhibbin, Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Terpadu, Bandung: Remaja Rosdakarya. 2004.
[1] Azyumardi Azra. Pendidikan
Islam. (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 33
[2] Jhon M Echols & Hassan
Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, t. th), hlm. 260.
[3] Sekolah Indonesia.
Com/Alirsyad/smu/muqaddimah. Htm/ (2 Juni 2012).
[4] Bobbi Departer., Mark Reardon
& Sarah Singger Naurie, Quantum Teaching (Mempraktekan Quantum teaching
di ruang kelas-kelas), (Bandung: Kaifa, 2003), hlm. 7.
[5] Imron Rossidy, Pendidikan
Berparadigma Inklusif, (Malang: UINMalang Press, 2009), hlm. 71.
[6] Imron Rossidy, Pendidikan
Berparadigma Inklusif, (Malang: UINMalang Press, 2009), hlm. 88.
[7] Sismanto, “Awal Munculnya
Sekolah Unggulan”, Artikel (7 oktber 2016)
[8] Muhaimin, dkk., Paradigma
Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
(Jakarta: Remaja Rosdakarya, cet.1, 2001), hlm. 38-39.
[9] Muhaimin, dkk., Paradigma
Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
(Jakarta: Remaja Rosdakarya, cet.1, 2001), hlm. 45-46.
[10] Rossidy, Pendidikan
berparadigma, hlm. 74.
[11] Zainal Arifin, Pengembangan
Managemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam, (Yogyakarta: DIVA Press, cet.1,
2012), hlm. 30-31.
[12] karel A. Steenbrink, Pesantren,
Madrasah dan Sekolah. (Jakarta: LP3ES, 1974), hlm. 227
[13] Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh
Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press,
2005), hlm. 208-209.
[14] Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Terpadu. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm.
154-156.
[15] Yudihadi Miarso, dkk, Teknologi
Komunikasi Pendidikan, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), hlm. 33-34.
[16] Noer Hasan, Fullday School
(Model alternatif pembelajaran bahasa Asing). (Jurnal Pendidikan Tadris. Vol
11, 2006), hlm. 110-111.
[17] Zainal Arifin, Pengembangan
Manajemen, hlm. 33.
[18] Imron Rassidy, Pendidikan ,
hlm. 71-72
[19] Malik Fadjar, Madrasah dan
Tantangan Modernitas,Bandung: Mizan, 1998, 9
[20] Said Aqil Husain Munawar, Aktualisasi
Nilai-Nilai Qur’ani. (Ciputat: Ciputat Press, 2005), hlm. 29.
[21] Muhaimin, Arah Baru
Pengembangan Pendidikan Islam (Bandung: Nuansa, 2003), hlm. 70.
[22] Azyumardi Azra, Pendidikan
Islam (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 41.
Penulisnya siapa ya ?
ReplyDelete